Jumat, 23 November 2012

Final Softskill Psikologi dan Teknologi Internet


A.   Penelitian Psikologi dalam Teknologi Internet

1.     Etika dalam Penelitian
Etika berasal dari bahasa Yunani, ethos.
Etimologis: kebiasaan dan peraturan perilaku yang berlaku dalam masyarakat.
Konteks filsafat: refleksi filsafati atas moralitas masyarakat sehingga etika disebut pula sebagai filsafat moral.

Membantu manusia untuk melihat secara kritis moralitas yang dihayati masyarakat:
Membantu kita untuk merumuskan pedoman etis yang lebih memadai dan norma-norma baru yang dibutuhkan karena adanya perubahan yang dinamis dalam tata kehidupan masyarakat.
Dalam ranah penelitian lebih menunjuk pada prinsip-prinsip etis yang  diterapkan dalam kegiatan penelitian

Etika dalam Penelitian

1. Kejujuran
Jujur dalam pengumpulan bahan pustaka, pengumpulan data, pelaksanaan metode dan    prosedur penelitian, publikasi hasil
Jujur pada kekurangan atau kegagalan metode yang dilakukan
Jangan mengklaim pekerjaan yang bukan pekerjaan Anda sebagai pekerjaan Anda

2. Obyektivitas
Upaya meminimalkan kesalahan/ bias dalam rancangan percobaan, analisis dan interpretasi data, penilaian ahli/ rekan peneliti, keputusan pribadi, pengaruh pemberi dana/ sponsor penelitian.

3. Integritas
Tepati selalu janji dan perjanjian
Lakukan penelitian dengan tulus
Upayakan menjaga konsistensi pikiran dan perbuatan

4. Ketelitian
Teliti dan hindari kesalahan karena ketidakpedulian
Secara teratur catat pekerjaan Anda misalnya kapan dan dimana pengumpulan data dilakukan
Catat alamat korespondensi responden, jurnal atau agen publikasi lain


5. Keterbukaan
Saling berbagi data, hasil, ide, alat dan sumber daya penelitian
Terbuka terhadap kritik dan ide-ide baru

6. Penghargaan terhadap Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI)
Perhatikan paten, copyrights dan bentuk hak-hak intelektual lain
Jangan gunakan data, metode atau hasil yang belum dipublikasi tanpa ijin peneliti
Tuliskan narasumber semua yang memberi kontribusi riset
Jangan pernah melakukan plagiasi

7. Penghargaan terhadap kerahasiaan (responden)
Jaga kerahasiaan data pribadi, kesehatan, catatan kriminal atau data lain yang oleh respon den dianggap sebagai rahasia

8. Publikasiyang terpercaya
Hindari mempublikasikan penelitian yang sama berulang-ulang ke media (jurnal, seminar) yang berbeda

9. Pembinaan yang konstruktif
Bantu membimbing, memberi arahan dan masukan bagi mahasiswa/ peneliti muda

10. Penghargaan terhadap kolega/ rekan kerja
Bila penelitian dilakukan dalam tim, publikasi peneliti dengan kontribusi terbesar ditetapkan sebagai penulis pertama (first author), sedangkan lainnya sebagai peneliti kedua (co-author)
Urutan menunjukkan besarnya kontribusi anggota tim dalam penelitian

11. Tanggung jawab sosial
Upayakan bermanfaat demi kemaslahatan masyarakat, meningkatkan taraf hidup, memudahkan kehidupandan meringankan beban hidup masyarakat

12. Tidak melakukan diskriminasi
Hindari perbedaan perlakukan karena alasan jenis kelamin, ras, suku dan faktor-faktor lain

13. Kompetensi
Tingkatkan kemampuan dan keahlian meneliti melalui pendidikan dan pembelajaran seumur hidup

14. Legalitas
Pahami dan patuhi peraturan institusional dan kebijakan pemerintah yang terkait dengan penelitian Anda

15. Mengutamakan keselamatan manusia
Bila menggunakan manusia untuk menguji penelitian, maka penelitian harus dirancang dengan teliti, efek negatif diminimalkan, manfaat dimaksimalkan
Hormati harkat kemanusiaan, privasi dan hak obyek penelitian
Siapkan pencegahan dan pengobatan bila sampel menderita efek negatif

2.      Pembahasan Salah Satu Penelitian Psikologi Mengenai Internet

Sebuah penelitian mengenai bagaimana peranan kesepian dan kecenderungan Internet Addiction Disorder terhadap prestasi belajar mahasiswa.  Membahas bahwa, setiap individu  adalah berbeda, dan tidak semua dapat menjalin hubungan sosial dengan baik, tanpa rintangan yang berarti. Kegagalan atau hambatan dalam interaksi sosial yang memuaskan dapat mengakibatkan seseorang merasa terisolasi dan kesepian serta dapat menimbulkan akibat-akibat yang tidak baik (Weiss dalam Peplau & Perlman, 1982). Kesepian merupakan kondisi yang tidak menyenangkan dan berdasarkan pengalaman berhubungan dengan tidak mencukupinya bentuk hubungan yang akrab atau intimasi (Sullivan dalam Perlman & Peplau, 1982).
Adanya perkembangan yang sangat pesat dalam ilmu pengetahuan & teknologi, yaitu adanya internet, seseorang yang kesepian akan menghabiskan waktunya untuk menjelajahi internet (surfing, browsing, dll). Mereka menghabiskan perasaan kesepiannya tersebut dengan memasuki dunia On-line atau menjelajahi cyberspace selama beberapa jam. Apabila kegiatan bermain internet dilakukan secara berlebihan maka dikatakan tidak wajar. Suler & Young, 1996 mengatakan bahwa beberapa orang mengalami kesulitan untuk mengetahui kapan harus berhenti bermain internet, karena adanya aspek sosial dan hubungan interpersonal dengan orang lain, yang sedemikian menstimulasi dan menguntungkan ( rewarding & reinforcement). Namun dari hasil penelitian menyatakan bahwa variabel kesepian dan kecenderungan internet addiction disorder secara bersama-sama hanya memiliki peranan sebesar 4,20 % terhadap prestasi belajar. Dan hasil penelitian penggunaan internet, 1) jenis kelamin subjek, pria adalah 50%, dan wanita adalah 50%, 2) usia subjek, usia 21 tahun adalah 25%, 22 tahun adalah 58%, 23 tahun 14%, 24 tahun 3%, 3) fasilitas yang digunakan, email adalah 88%, usenet newagroup adalah 18%, chatting adalah 79%, FTP downloading 68%, World Wibe web 84%, on-line game 16%. Kondisi psikologis yang dapat mempengaruhi prestasi belajar mahasiswa ialah intelegensi, motivasi berprestasi, minat, kemandirian, dan keadaan emosi mahasiswa (Enwistle, 1983).

3.      Publikasi On-line
Terlintas di benak kita ketika mendengar istilah publikasi online adalah situs-situs berita popular baik lokal maupun internasional: CNN.com, MSN.com, detik.com, kompas.com dan lainnya. Yang hampir semuanya adalah situs-situs web. Selama ini—sadar atau tidak—kita hanya memahami online dalam artian ditampilkan di sebuah situs web. Padahal 'online' mencakup berbagai tempat perkara (venue): web, email, bulletin board system (BBS), IRC, dan lainnya. Tapi tentu bukan tanpa alasan bahwa kebanyakan publikasi online saat ini diselenggarakan di web. Dari sekian venue di Internet, web merupakan venue yang memungkinkan penyelenggara publikasi online untuk menyediakan isi dengan features yang sangat kaya dengan cara paling gampang. Namun, ini tidak berarti bahwa tak ada venue lain yang dapat dipakai untuk menyelenggarakan publikasi online di Internet.

            Publikasi online menjadi berbeda dengan publikasi tradisional yang sudah dikenal sebelumnya (cetak, radio, TV) bukan semata-mata karena dia mengambil venue yang berbeda; melainkan karena jurnalisme ini dilangsungkan di atas sebuah media baru yang mempunyai karakteristik yang berbeda -baik dalam format, isi, maupun mekanisme dan proses hubungan penerbit dengan pengguna/ pembacanya. Karakteristik publikasi online yang paling terasa—meski belum tentu disadari—adalah kemudahan bagi penerbit maupun pemirsa untuk membuat peralihan waktu penerbitan dan pengaksesan. Penerbit online bisa menerbitkan maumpun mengarsip artikel-artikel untuk dapat dilihat saat ini maupun nanti. Ini sebenarnya dapat dilakukan oleh publikasi tradisional, namun publikasi online dimungkinkan untuk melakukannya dengan lebih mudah dan cepat. Karakteristik publikasi online yang paling popular adalah sifatnya yang real time. Berita, kisah-kisah, peristiwa-peristiwa, bisa langsung dipublikasikan pada saat kejadian sedang berlangsung. Ini barangkali tidak terlalu baru untuk jenis media tradisional lain seperti TV, radio, telegraf, atau teletype. Namun dari sisi penerbit sendiri, mekanisme publikasi real time itu lebih leluasa -tanpa dikerangkengi oleh periodisasi maupun jadwal penerbitan atau siaran: kapan saja dan dimana saja selama dia terhubung ke jaringan Internet maka ia mampu mempublikasikan berita, peristiwa, kisah-kisah saat itu juga. Inilah yang memungkinkan para pengguna/pembaca untuk mendapatkan informasi mengenai perkembangan sebuah peristiwa dengan lebih sering dan terbaru.
Menyertakan unsur-unsur multimedia adalah karakteristik lain publikasi online, yang membuat publikasi ini mampu menyajikan bentuk dan isi publikasi yang lebih kaya ketimbang jurnalisme di media tradisional. Karakteristik ini, terutama sekali, berlangsung pada publikasi yang berjalan di atas web. Selain itu, publikasi online dapat dengan mudah bersifat interaktif. Dengan memanfaatkan hyperlink yang terdapat pada web, karya-karya publikasi online dapat menyajikan informasi yang terhubung dengan sumber-sumber lain. Ini berarti, pengguna/pembaca dapat menikmati informasi secara efisien dan efektif namun tetap terjaga dan didorong untuk mendapatkan pendalaman dan titik pandang yang lebih luas—bahkan sama sekali berbeda.
Interaktivitas publikasi online tentu bukan hanya didukung oleh kemampuan teknologi Internet dalam menyediakan hyperlink. Teknologi Internet juga membuka peluang kepada para jurnalis online untuk menyediakan features yang memungkinkan sajiannya bersifat customized—tersaji sesuai dengan preferensi masing-masing pengguna/pembacanya; yang memungkinkan para pengguna/ pembaca berinteraksi dengan lebih cepat, lebih sering, lebih intens dengan sesama pengguna/pembaca, narasumber, bahan-bahan berita, dan jurnalisnya sendiri. Ujung-ujungnya, jurnalisme online mampu membangun hubungan yang partisipatif dengan pemirsanya.

B.     Fenomena Gambaran Psikologi & Internet (Game Online)
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi seakan tidak pernah berhenti menghasilkan produk-produk teknologi yang tidak terhitung jumlahnya. Produk teknologi yang berragam jenis tentu dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan manusia akan pendidikan, ilmu pengetahuan, kesehatan, atau bahkan hanya untuk sekedar hiburan semata. Salah satu produk teknologi yang setiap waktu terus berkembang dan sangat digemari di kalangan remaja saat ini adalah video games dan online game. Keberadaan video games dan online game sebagai salah satu produk teknologi yang memiliki manfaat sebagai hiburan tentu saja sudah tidak asing lagi.

Sejak awal kemunculannya, Video games terus berkembang dan beraneka ragam jenisnya, meliputi Nitendo, Sega, dan Online Game, dan yang sedang menjadi trend beberapa tahun belakangan ini terutama di kalangan remaja yaitu online game. Online game adalah permainan yang dimainkan secara online via internet (Young, 2009). Game dengan fasilitas online via internet menawarkan fasilitas lebih dibandingkan dengan game biasa (seperti: video game) karena para pemain itu bisa berkomunikasi dengan pemain lain dari seluruh penjuru dunia melalui media chatting. Online game tentu saja mempunyai daya tarik tersendiri di mata pecinta game, karena pada monitor terdapat gambar tiga dimensi yang membuat permainan semakin terasa nyata. Layaknya dunia nyata, orang-orang yang bermain online game dapat membuat kehidupan virtual dan berlaku seperti masyarakat yang nyata pada umumnya. Mereka dapat hidup, bergerak, bertransaksi, melakukan aktivitas sehari-hari, mendapatkan pekerjaan, mencari pasangan, bahkan membesarkan binatang peliharaan (The Sims2: Pets, 2006) di dunia virtual atau maya.
Pada saat ini, bagi remaja yang tidak memiliki fasilitas online game di rumahnya, tersedia warung-warung internet (warnet) yang menyediakan fasilitas online game, kondisi ini membuat remaja menjadi lebih mudah untuk bermain game dimana saja dan kapan saja tanpa mengenal waktu, yang akhirnya menyebabkan remaja menjadi kecanduan, dituduh menjadikan orang berperilak kompulsif, tak acuh pada kegiatan lain, dan memunculkan gejala aneh, seperti rasa tak tenang pada saat keinginan bermain tidak terpenuhi. Menurut Hawadi (Widayanti, 2007: 3) pada prinsipnya, game memiliki sifat seductive, yaitu membuat orang menjadi kecanduan untuk terpaku di depan monitor selama berjam-jam. Apalagi permainan pada online game dirancang untuk suatu reinforcement atau penguatan yang bersifat segera begitu permainan berhasil melalui target tertentu. Online game menyebabkan remaja merasa tertantang sehingga terus menerus menekuninya, dan mengakibatkan remaja tidak memiliki skala prioritas dalam menjalani aktivitas sehari-hari, karena remaja tidak memiliki self control yang baik terhadap ketertarikannya pada online game.
Keasyikan bermain online game kini menjadi kegiatan yang biasa dilakukan oleh remaja untuk mengisi waktu luangnya. Bermain online game adakalanya sampai menyita banyak waktu sehingga dapat mengabaikan aktifitasaktifitas lain yang penting untuk dilakukan, hal ini bisa mengarahkan pada tingkah laku addictive pada para pelakunya. Secara umum addiction dapat didefinisikan sebagai kompulsi yang tidak terkontrol untuk mengulangi satu bentuk tingkah laku tanpa memperdulikan konsekuensi-konsekuensi negatif yang ada pada diri remaja.
Penelitian yang dilakukan pada tahun 2008 oleh seorang pakar adiksi video game di Amerika, Mark Griffiths dari Nowingham Trent University, pada anak usia awal belasan tahun menemukan hampir sepertiganya bermain online game setiap hari, “yang lebih mengkhawatirkan sekitar 7%-nya bermain paling sedikit selama 30 jam per minggu”. Menurut Griffiths (2000) betapa besar dampak jangka panjang dari kegiatan yang menghabiskan waktu luang lebih dari 30 jam per minggu, yaitu pada perkembangan aspek pendidikan, kesehatan dan sosial remaja.

Dampak Positif dan Negatif dalam Game Online

a.       Negatif karena :

1.      Membuat orang jadi bodoh.

Tak disangka kalau pernyataan ini justru datang dari tanah airnya video game, Jepang! Profesor Ryuta Kawashima di Universitas Sendai's Tokohu menyimpulkan bahwa sound dan vision game-game Nintendo dapat merusak sebagian otak, walaupun tidak menstimulasi bagian lain. "Kami cemas dengan generasi anak-anak berikutnya yang main video game," ujar Kawashima. "Kegiatan ini berdampak munculnya kekerasan di masyarakat. Anak-anak itu akan berlaku yang lebih buruk lagi kalau mereka cuma main game dan mogok belajar matematika atau tidak suka membaca."

4.      Membuat orang terisolir

Dulu pernah terjadi kematian tragis gara-gara game. Shawn Woolley, fans berat EverQuest tewas setelah bermain game online. Kini ibu Woolley mengelola OnLine Gamers Anonymous, grup berbasis Web untuk orang-orang telah terisolasi dan terbuang akibat game. Jumlah anggotanya sekarang mencapai 650 orang (data terakhir tahun 2003).

5.      Membuat orang ketagihan

Orang tua, pasangan suami istri, dan sejumlah ilmuwan mengamati fenomena yang disebut "ketagihan video game". Fenomena ini sering terjadi di kalangan penggemar game berjenis Massive Multiplayer Online RPG (MMORPG) seperti Ragnarok Online, Pangya, atau serial klasik EverQuest. Mereka jadi malas bekerja, bersosialisasi dengan teman, bahkan kehilangan nafsu makan.

6.      Mengganggu Kesehatan

Belakangan ini kritik bermunculan seputar controller yang bisa menimbulkan rasa sakit di jari dan tangan. Pada tahun 2002, Jurnal Kesehatan Inggris mempublikasikan artikel tentang seorang anak berusia 15 tahun yang mengalami radang jari tangan setelah main PlayStation selama tujuh jam non-stop. Dokter-dokter menganalisa kalau anak itu menderita "sindrom vibrasi lengan" karena terlalu lama memegang controller.

7.      Menimbulkan kekerasan

Kalau boleh dibilang, ini adalah salah satu alasan terbesar mengapa video game dianggap buruk. Kontroversi ini muncul tahun 1993 ketika senator Joseph Lieberman berkampanye menentang serial Mortal Kombat, sebuah game pertarungan yang penuh adegan kekerasan dan banjir darah. Ia juga menarik penayangan serial tv anak, Captain Kangaroo. Menurut Lieberman, orang tua harus berjaga-jaga dengan "wabah penyakit" yang bisa menyerang anak-anak di rumah. Soalnya wabah yang satu ini dapat menimbulkan kekerasan. Sejak saat itu, para ahli bedah dan asosiasi psikologi Amerika 'tergoda' untuk menghubungkan kekerasan video game dengan kenyataan yang terjadi. Sayang, hasil penelitian itu belum juga ditemukan.

b.      Video Game Itu Baik :

1.      Membuat orang pintar

Penelitian di Manchester University dan Central Lanchashire University membuktikan bahwa gamer yang bermain game 18 jam per minggu memiliki koordinasi yang baik antara tangan dan mata setara dengan kemampuan atlet. Dr. Jo Bryce, kepala penelitian menemukan bahwa hardcore gamer punya daya konsentrasi tinggi yang memungkinkan mereka mampu menuntaskan beberapa tugas. Penelitian lain di Rochester University mengungkapkan bahwa anak-anak yang memainkan game action secara teratur memiliki ketajaman mata yang lebih cepat daripada mereka yang tidak terbiasa dengan joypad. NASA telah mengembangkan sistem biofeedback yang menggunakan game-game PS, seperti Spyro the Dragon dan
Tony Hawk's Pro Skater untuk meningkatkan daya konsentrasi pilot pesawat tempur. Lalu sebuah perusahaan bernama Attention Builders memasarkan home version-nya sistem yang dikeluarkan NASA itu untuk meningkatkan kinerja otak.

2.      Rajin membaca

Video game dibuat bukan untuk menggantikan buku. Jadi, keluhan soal bermain game yang dapat menurunkanbudaya membaca tidaklah beralasan. Justru kebalikannya. Psikolog di Finland University menyatakan bahwa video game bisa membantu anak-anak dislexia untuk meningkatkan kemampuan baca mereka. Begitu pula gamer yang hobi memainkan game berjenis role-playing game (RPG) di konsol modern. Dialog-dialog dalam RPG-RPG kenaman seperti Final Fantasy dan Phantasy Star dapat memacu otak untuk mencerna cerita.

3.      Membantu bersosialisasi

Beberapa profesor di Loyola University, Chicago telah mengadakan penelitian dalam komunitas Counter Strike, game First Person Shooter PC yang telah dibuat versi Xbox-nya. Menurut mereka, game online dapat menumbuhkan interaksi sosial yang menentang stereotip gamer yang terisolasi. Sama juga dengan komunitas game RPG EverQuest dan Phantasy Star Online. Game-game ini menyediakan sarana interaksi sosial di kalangan anak remaja.

4.      Mengusir stres

Politikus dan orang tua meributkan kekerasan akibat video game. Sebetulnya mereka tak mau mengakui kalau game itu salah satu cara yang tidak berbahaya untuk mengusir stres. Pertempurannya virtual, senjatanya palsu, dan darahnya juga bohongan. Bahkan first-person shooter yang paling keras pun serba digital. Para peneliti di Indiana University menjelaskan bahwa bermain game dapat mengendurkan ketegangan syaraf.

5.      Memulihkan kondisi tubuh

Game terbukti dapat digunakan untuk pasien yang sedang mendapat terapi fisik. "Biarkan mereka main," kata Dr. Mark Griffiths, psikolog di Nottingham Trent University. Ia melakukan penelitian sejauh mana manfaat game dalam terapi fisik. "Latihan fisik yang berulang-ulang dan membosankan agak sulit menyembuhkan seseorang akibat luka parah." Pengenalan video game dalam terapi fisik ternyata sangat menguntungkan. Beberapa game digunakannya untuk membentuk otot sampai melatih anak-anak yang menderita diabetes sebagai pelengkap pengobatan medis.


Sumber:
·         Young, K.S. (1996). Internet addiction & virtual game online: The emergence of a new clinical disorder. Published in CyberPsychology and Behavior, Vol. 1 No. 3., pages 237-244
·         Agushinta, Dewi. Interaksi Manusia dan Komputer. Gunadarma. Jakarta. 2007

Rabu, 31 Oktober 2012

Multikulturalisme


A.     Multikulturalisme
       
1. Pengertian Multikulturalisme
Multikulturalisme adalah sebuah filosofi terkadang ditafsirkan sebagai ideologi yang menghendaki adanya persatuan dari berbagai kelompok kebudayaan dengan hak dan status sosial politik yang sama dalam masyarakat modern. Istilah multikultural juga sering digunakan untuk menggambarkan kesatuan berbagai etnis masyarakat yang berbeda dalam suatu negara.
Multikulturalisme berasal dari dua kata; multi (banyak/beragam) dan cultural (budaya atau kebudayaan), yang secara etimologi berarti keberagaman budaya. Budaya yang mesti dipahami, adalah bukan budaya dalam arti sempit, melainkan mesti dipahami sebagai semua dialektika manusia terhadap kehidupannya. Dialektika ini akan melahirkan banyak wajah, seperti sejarah, pemikiran, budaya verbal, bahasa dan lain-lain.

Kosep tentang mutikulturalisme, sebagaimana konsep ilmu-ilmu sosial dan kemanusiaan yang tidak bebas nilai (value free), tidak luput dari pengayaan maupun penyesuaian ketika dikaji untuk diterapkan. Demikian pula ketika konsep ini masuk ke Indonesia, yang dikenal dengan sosok keberagamannya. Muncul konsep multikulturalisme yang dikaitkan dengan agama, yakni ”multikulturalisme religius” yang menekankan tidak terpisahnya agama dari negara, tidak mentolerir adanya paham, budaya, dan orang-orang yang atheis (Harahap, 2008). Dalam konteks ini, multukulturalisme dipandangnya sebagai pengayaan terhadap konsep kerukunan umat beragama yang dikembangkan secara nasional.

Istilah multikulturalisme sebenarnya belum lama menjadi objek pembicaraan dalam berbagai kalangan, namun dengan cepat berkembang sebagai objek perdebatan yang menarik untuk dikaji dan didiskusikan. Dikatakan menarik karena memperdebatkan keragaman etnis dan budaya, serta penerimaan kaum imigran di suatu negara, pada awalnya hanya dikenal dengan istilah puralisme yang mengacu pada keragaman etnis dan budaya dalam suatu daerah atau negara. Baru pada sekitar pertengahan abad ke-20, mulai berkembang istilah multikulturalisme. Istilah ini, setidaknya memiliki tiga unsur, yaitu: budaya, keragaman budaya dan cara khusus untuk mengantisipasi keanekaragaman budaya tersebut. Secara umum, masyarakat modern terdiri dari berbagai kelompok manusia yang memiliki status budaya dan politik yang sama. Selanjutnya, demi kesetaraan masa kini, pengakuan adanya pluralisme kultural menjadi suatu tuntutan dari konsep keadilan sosial (Okke KS Zaimar, 2007: 6).

Kesadaran akan adanya keberagaman budaya disebut sebagai kehidupan multikultural. Akan tetapi tentu, tidak cukup hanya sampai disitu. Bahwa suatu kemestian agar setiap kesadaran akan adanya keberagaman, mesti ditingkatkan lagi menjadi apresiasi dan dielaborasi secara positif. pemahaman ini yang disebut sebagai multikulturalisme.

Mengutip S. Saptaatmaja dari buku Multiculturalisme Educations: A Teacher Guide To Linking Context, Process And Content karya Hilda Hernandes, bahwa multikulturalisme adalah bertujuan untuk kerjasama, kesederajatan dan mengapresiasi dalam dunia yang kian kompleks dan tidak monokultur lagi. Lebih jauh, Pasurdi Suparlan memberikan penekanan, bahwa multikulturalisme adalah ideologi yang mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan, baik secara individu maupun kebudayaan. Yang menarik disini adalah penggunaan kata ideologi sebagai penggambaran bahwa betapa mendesaknya kehidupan yang menghormati perbedaan, dan memandang setiap keberagaman sebagai suatu kewajaran serta sederajat.

Multikulturalisme adalah sebuah ideologi dan sebuah alat untuk meningkatkan derajat manusia dan kemanusiaannya. Untuk dapat memahami multikulturalisme diperlukan landasan pengetahuan yang berupa bangunan konsep-konsep yang relevan dan mendukung keberadaan serta berfungsinya multikulturalisme dalam kehidupan manusia. Bangunan konsep-konsep ini harus dikomunikasikan di antara para ahli yang mempunyai perhatian ilmiah yang sama tentang multikulturalisme sehingga terdapat kesamaan pemahaman dan saling mendukung dalam memperjuangkan ideologi ini. Berbagai konsep yang relevan dengan multikulturalisme antara lain adalah, demokrasi, keadilan dan hukum, nilai-nilai budaya dan etos, kebersamaan dalam perbedaan yang sederajat, sukubangsa, kesukubangsaan, kebudayaan sukubangsa, keyakinan keagamaan, ungkapan-ungkapan budaya, domain privat dan publik, HAM, hak budaya komuniti, dan konsep-konsep lainnya yang relevan.

B. Multikulturalisme menurut Para Tokoh

1.) Menurut Petter Wilson, Dia mengartikan multikulturalisme setelah melihat peristiwa di Amerika, “ Di Amerika, multikultural muncul karena kegagalan pemeimpin di dalam mempersatukan orang Negro dengan orang Kulit Putih”. Dari sini dapat diambil sebuah sintesa bahwa konsep multikultural PetterWilson semata-mata merupakan kegagalan dalam mempersatukan kelompok etnis tertentu. Kemudian problem penghambatan proses integrasi budaya ini berujung kepada gagalnya atau salahnya perspektif tentang sebuah kesatuan budaya (Unikultural). Yang seharusnya tidak berarti kemajemukan harus dipaksakan unutk menjadi satu, akan tetapi perbedaan itu haruslah menjadi kekuatan yang kompleks untuk bersatu dan berjalan bersama, tanpa adanya konflik. Adanya sebuah konsesus Neo Liberal yaitu datang berdasarkan pada kepentingan ekonomi liberalisme. Juga menjadi faktor penghambat sebuah integrasi bangsa.

2.) Menurut Kenan Malik (1998), multikulturalisme merupakan produk dari kegagalan politik di negara Barat pada tahun 1960-an. Kemudian gagalnya perang Dingin tahun 1989, gagalnya dunia Marxisme kemudian gagalnya gerakan LSM di asia tenggara yang menemukan konsep multikultural yang sebenarnnya. Jalan keluar dari semua itu menurutnya adalah sebuah keadilan yang masih berpegang pada keanekaragaman budaya yang sejati.

Akulturasi Psikologis


Pengertian Akulturasi-Psikologis

Akulturasi adalah suatu proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing. Kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaannya sendiri tanpa menyebabkan hilangnya unsur kebudayaan kelompok itu sendiri.

Imran Manan, PhD, (1989; 9) menyebutkan enkulturasi dalam arti luas, pendidikan termasuk ke dalam proses umum, di mana seseorang anak bertumbuh diinisiasikan ke dalam cara hidup dari masyarakatnya. Pendidikan mencakup setiap proses, kecuali yang bersifat genetic, yang menolong membentuk pikiran, karakter, atau kapasitas fisik seseorang. Proses tersebut berlangsung seumur hidup, karena kita harus mempelajari cara berpikir dan bertindak yang baru dalam perubahan besar dalam hidup kita. Dalam arti sempit pendidikan, adalah penanaman pengetahuan, keterampilan dan sikap pada masing-masing generasi dalam menggunakan pranata-pranata, seperti sekolah-sekolah yang sengaja diciptakan untuk tujuan tersebut. Istilah pendidikan juga berarti disiplin ilmu (termasuk psikologi, sosiologi, sejarah, dan filosofi pendidikan).
Proses akulturasi Psikologis
Pendidikan di sekolah hanya merupakan salah satu alat enkulturasi - pendidikan yang lain, mencakup keluarga, gereja, kelompok sebaya dan media masa masing-masing dengan nilai-nilai dan tujuan-tujuannya sendiri. Demikian pula pendidik mungkin ingin menanamkan kualitas tertentu pada anak-anak, seperti berpikir bersih dan pertimbangan bebas, namun pendidik terbatas kesanggupan untuk berbuat demikian karena kenyataannya badan-badan lain mungkin membentuk anak secara berbeda. Televisi, umpamanya, kadang-kadang berusaha memberi informasi, tetapi kebanyakan TV memberi hiburan, kadang-kadang sensasi, dan secara tetap "menjualkan" melalui insinuasi, penonjolan, dan bujukan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi akulturasi
Terjadinya akulturasi adalah perubahan sosial budaya dan struktur sosial serta pola budaya dalam suatu masyarakat. Perubahan sosial budaya merupakan gejala umum yang terjadi sepanjang masa dalam setiap masyarakat. Perubahan itu terjadi sesuai dengan hakikat dan sifat dasar manusia yang selalu ingin mengadakan perubahan.

  • Secara garis besar, ada dua faktor yang menyebabkan akulturasi dapat terjadi, yaitu:
1.       Faktor Intern :
a. Bertambah dan berkurangnya penduduk (kelahiran, kematian, migrasi).
b. Adanya penemuan baru. Discovery : penemuan ide atau alat baru yang sebelumnya belum  pernah  ada.
         c. Invention : penyempurnaan penemuan baru. 
        d. Innovation : pembaruan atau penemuan baru yang diterapkan dalam kehidupan masyarakat sehingga menambah, melengkapi atau mengganti yang telah ada. Penemuan baru didorong oleh kesadaran masyarakat akan kekurangan unsur dalam kehidupannya, kualitas ahli atau anggota masyarakat.
        e. Konflik yang terjadi dalam masyarakat.
        f. Pemberontakan atau revolusi

2.  Faktor Ekstern :
v   a. Perubahan alam
v  b. Peperangan

Pengaruh kebudayaan lain melalui difusi (penyebaran kebudayaan), akulturasi(pembauran antar budaya yang masih terlihat masing-masing sifat khasnya), asimilasi(pembauran antar budaya yang menghasilkan budaya yang sama sekali baru batas budaya lama tidak tampak lagi).
Faktor-faktor yang memperkuat potensi akulturasi dalam taraf individu adalah faktor-faktor kepribadian seperti toleransi, kesamaan nilai, mau mengambil resiko, keluesan kognitif, keterbukaan dan sebagainya. Dua budaya yang mempunyai nilai-nilai yang sama akan lebih mudah mengalami akulturasi dibandingkan dengan budaya yang berbeda nilai.

Jadi, akulturasi psikologis adalah akulturasi yang terjadi pada psikologis seseorang atau suatu mayarakat, misalnya seseorang yang merantau akan terpengaruh dengan budaya yang ada ditempatnya merantau secara psikologis, seperti pola berpikir atau sifatnya, tetapi tidak membuat ia berubah seutuhnya menjadi seperti orang-orang asli ditempat tersebut.

Sumber